SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI TANAH MINAHASA
Kota Manado merupakan pengembangan
dari sebuah negeri yang bernama Pogidon. Kota Manado diperkirakan dikenal sejak
abad ke-16.. Nama “Manado” daratan mulai digunakan pada tahun 1623 menggantikan
nama “Pogidon” atau “wenang” yaitu nama sebuah pohon endemik yang dalam bahasa
ilmiahnya Macaranga Hispida. Suku
Bantik menyebutnya benang, sekarang telah menjadi salah satu kecamatan.
Kota Manado sendiri merupakan nama
pulau disebelah pulau Bunaken, kata ini berasal dari bahasa daerah Minahasa
yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berarti
“di jauh”.
Penduduk kota Manado
berasal dari suku Minahasa, karena wilayah Manado berada di tanah/daerah
Minahasa. Penduduk asli Manado adalah SUKU
BANTIK sedang suku lainnya yang ada di Manado saat ini yaitu Suku Sanger,
Suku Gorontalo, Suku Mongondow, Suku Arab, Suku Babontehu, Suku Talaud, Suku
Tionghoa, Suku Siau, Dan Kaum Borgo.
Keberadaan Kota Manado dimulai dari
adanya besluit Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 1 Juli 1919.
Dengan besluit itu, Gewest Manado ditetapkan sebagai Staatsgemeente
yang kemudian dilengkapi dengan alat-alatnya antara lain Dewan gemeente atau
Gemeente Raad yang dikepalai oleh seorang Walikota (Burgemeester).
Pada tahun 1951, Gemeente Manado menjadi Daerah Bagian Kota Manado dari
Minahasa sesuai Surat Keputusan Gubernur Sulawesi tanggal 3 Mei 1951 Nomor 223.
Tanggal 17 April 1951, terbentuklah Dewan Perwakilan Periode 1951-1953
berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Nomor 14. Pada 1953 Daerah Bagian Kota
Manado berubah statusnya menjadi daerah Kota Manado sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 42/1953 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 15/1954. Tahun 1957,
Manado menjadi Kotapraja sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Tahun 1959,
Kotapraja Manado ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II sesuai Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 1959. Tahun 1965, Kotapraja Manado berubah status menjadi
Kotamadya Manado yang dipimpin oleh Walikotamadya Manado KDH Tingkat II Manado
sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 yang disempurnakan dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974.
Agama
Islam yg pertama kali masuk di Minahasa, masuknya Agama Islam pada tahun 1525
melalui BELANG, dibawah oleh orang-orang Bolaang Mongondow. Kemudian masuk
Agama Kristen yang dibawa melalui Manado tua pada tahun 1563
dibawah oleh Pater Diogo Magelhaens. Selanjutnya tahun 1569 datanglah Pater
Blas Polonimo, tahun 1639 dan 1621 masuk pula Pater-Pater dari Portugis dan
Spanyol.
Perkembangan islam di tanah minahasa
lebih berkembang setelah masuknya para pejuang-pejuang kemerdekaan yang
diasingkan/ditawan oleh penjajah Belanda. Adapun pejuang-pejuang kemerdekaan
tersebut antara lain:
- Kyai Modjo di tondano – Minahasa
Makam Kyai Modjo di Tondano |
Kyai Modjo atau yang bernama lengkap
Muslim Mochammad Khalifah dilahirkan sekitar tahun 1792, Surakarta. Nama
sebenarnya adalah. Ayah Kyai Modjo bernama Iman Abdul Arif, yang merupakan
seorang ulama dusun tersebut berada dekat Pajang dan merupakan tanah pemberian
(perdikan/swatantra) Raja Surakarta kepada beliau. Ibu Kyai Modjo adalah
saudara perempuan Hamengku Buwono III, dan dengan demikian ditinjau dari
hubungan kekerabatan Kyai Modjo adalah kemenakan Pangeran Diponegoro karena ibu
Kyai Modjo bersepupu dengan Pangeran Diponegoro.
Dekadensi moral yang terjadi di
keraton kemudian berimbas pada kehidupan masyarakat luas semakin menderita,
telah menjadi sebab keluarga Imam Abdul Ngarip, khususnya Muhammad Muslim (Kyai
Modjo) berserta saudara-saudaranya dan masyarakat luas mengangkat senjata
menetang Belanda. Setelah di tangkap oleh Belanda pada 17 November 1828 di
dusun Kembang Arum, Jawa Tengah, Kyai Modjo dibawah ke Batavia dan selanjutnya
diasingkan ke Tondano – Minahasa (Sulawesi Utara) hingga wafat di sana pada
tanggal 20 Desember 1849 dalam usia 57 tahun.
Kyai Modjo merupakan pendiri Kampung Jawa Tondano di Minahasa dan menjadi
cikal bakal masuknya Agama Islam di
Minahasa. Di Tondano beliau menyalurkan ilmu kesaktiannya (yang dipelajarinya
di Ponorogo) kepada pengikutnya dalam bentuk ilmu bela diri dan kemudian menjadi cikal bakal pencak silat.
Makam Kyai Modjo terletak disebuah
bukit di Kampung Jawa Tondano. Disamping makamnya, terdapat juga makam dari
para pengikutnya yang kini menjadi salah satu obyek tujuan wisata di Kabupaten
Minahasa – Provinsi Sulawesi Utara (Sulut),
- Tahun 1846 : Kyai Hasan Maulani (Asal Lengkong Cirebon)
Makam Kyai Hasan Maulani di Tondano |
Mendasarkan pada studi Drewes,
Bruinessen dan Steenbrink menyatakan bahwa Akmaliyah merupakan tarekat yang
kental dengan ajaran wahdatul wujud dan sinkretisme Jawa.
Banyaknya pengikut tarekat Akmaliyah
menakutkan penguasa saat itu. Hal ini mendorong Belanda membuang Kyai
Hasan Maulani ke Tondano pada tahun 1846.
- Tahun 1848 : Pangeran Ronggo Danupoyo (Asal Surakarta Jawa tengah)
Pangeran Ronggo Danupoyo adalah anak
dari Pangeran aryo Danupoyo atau cucu dari Sunan Pakubuwono IV di Surakarta
Jawa Tengah. Beliau menentang kebijakan Belanda, dank arena itu ia dibuang ke
Tondano. Di kampung Jawa Tondano Ronggo Danupoyo menikah dengan putri dari
Suratinoyo dan memperoleh 6 orang anak, satu anaknya kembali ke Jawa sedangkan
5 anaknya yang lain (2 laki dan 3 perempuan) tetap tinggal di kampong Jawa
Tondano. Dari 2 orang anak laki-lakina (Raden Glemboh dan Raden Intu)
menurunkan keluarga (fam) Danupoyo sekarang ini.
- Tahun 1850-an : Imam Bonjol (Asal Sumatra Barat)
Peto Syarif yang kemudian lebih
dikenal dengan Tuanku Imam Bonjol dilahirkan pada tahun 1772 di Kampung Tanjung
Bunga, Kabupaten Pasaman Sumatra Barat. Ia dilahirkan dalam lingkungan agama.
Mula-mula ia belajar agama dari ayahnya, Buya Nudin. Kemudian daribeberapa
orang ulama lainya, seperti Tuanku Nan Renceh. Imam Bonjol adalah pendiri
negeri Bonjol. Dia adalah pemimpin yang paling terkenal dalam gerakan Padri di
Sumatra, yang pada mulanya menentang perjudian, adu ayam, penggunaan opium,
minuman keras, tembakau, dll., tetapi kemudian mengadakan perlawanan terhadap
penjajahan Belanda, yang mengakibatkan perang Padri (1821-1838).
Pada tahun 1837, desa Imam Bonjol
berhasil diambil alih oleh Belanda, dan Imam Bonjol akhirnya menyerah. Dia
kemudian diasingkan di beberapa tempat, dan pada akhirnya dibawa ke Minahasa.
Di sana Tuanku Imam Bonjol wafat tanggal 6 Nopember 1864 dalam usia 92 tahun,
dikebumikan di Desa Lotak Pineleng berjarak 25 km dari Tondano ke arah Manado.
Bebrapa pengikut Imam Bonjol
kemudian menikah dengan wanita kampung Jawa Tondano adalah; Malim Muda (menikah
dengan cucu Kyai Demak), Haji Abdul Halim (menikah dengan Wonggo-Masloman), Si
Gorak Panjang (menikah dengan putri Nurhamidin), dan Malim Musa. Dari
(diantara) mereka menurunkan keluarga (fam) Baginda di Minahasa dewasa ini.
Kiai Haji Ahmad Rifai dilahirkan
pada 9 Muharam 1200 H atau1786 di desa Tempuran Kabupaten Semarang. Beliau
sorang ulama keturunan Arab, memimpin suatu pesantren di Kendal Jawa Tengah.
Setelah beberapa kali keluar masuk penjara Kendal dan Semarang karena dakwahnya
tegas, dalam usia 30 tahun.- Tahun 1861 : K.H. Ahmad Rifa’i (Asal Kendal, Jawa Tengah)
Tahun 1272 H ( 1856 ) adalah
merupakan tahun permulaan krisis bagi gerakan Kiai Haji Ahmad Rifai .Hal ini
disebabkan hampir seluruh kitab karangan ( dan Hasil tulisan tangan beliau )
disita oleh pemerintah Belanda , disamping itu para murid dan Ahmad Rifai
sendiri terus – menerus mendapat tekanan Belanda . Sebelum Haji Ahmad Rifai
diasingkan dari kaliwungu Kendal Semarang , tuduhan yang dikenakan hanyalah
persoalan menghasut pemerintah Belanda dan membawa Haji Ahmad Rifai dipenjara
beberapa hari di Kendal , Semarang dan terakhir di Wonosobo .
Tahun1859 Ahmad Rifa’i diasingkan
Belanda ke Ambon, kemudian diasingkan lagi ke Tondano pada tahun 1861 bergabung
dengan group Kyai Modjo. Di Kampung Jawa Tondano K.H Ahmad Rifa’i menciptakan
kesenian terbang (rebana) disertai dengan lagu-lagu, syair-syair, nadzam-nadzam
yang diambil dari kitab karangannya.
K.H Ahmad Rifa’i wafat di Kampung
Jawa Tondano pada Kamis 25 Robiul Akhir 1286 H atau tahun 1872 (usia 86 tahun)
dan dimakamkan dikomplek makam Kyai Modjo.
- Tahun 1880: Sayid Abdullah Assagaf (Asal Palembang, Sumatra selatan).
Sayed Abdullah Assagaf adalah orang
Arab yang lahir di Palembang, Sumatra Selatan. Belanda mengasingkannya ke
Tondano pada tahun 1880 kerana menganggapnya menghasut masyarakat untuk melawan
Belanda. Di Palembang Assagaf konon ia menikah dengan wanita Belanda (Nelly
Meijer) putri Residen Bengkulu. Dari perkawinannya dengan wanita Belanda ini ia
memperoleh satu orang anak laki-laki (Raden Nguren/Nuren). Sebelum nenikah
dengan Assagaf, Nelly Meijer adalah janda beranak satu dari perkawinannya
dengan adik Sultan Palembang (Mahmud Badaruddin II). Nelly Meijer dan kedua
anaknya kemudian menyusul ke Kampung Jawa Tondano dan Raden Nuren kemudian
menikah dengan wanita Minahasa asal Remboken. Anak Nelly Meijer yang satunya
lagi (hasil perkawinan dengan adik sultan Palembang) menikah di Kampung Jawa
Tondano dan menurunkan keluarga (fam) Catradiningrat.
Di Kampung Jawa Tondano Sayed
Abdullah Assagaf menikah (lagi) dengan Ramlah Suratinoyo dan
memiliki 7 orang anak, dan dari mereka menurunkan keluarga (fam) Assagaf
di Kampung Jawa Tondano.
Keberadaan Abdullah Assagaf di
Kampung Jawa Tondano telah men”distorsi” budaya kampung Jawa Tondano yang
semula sangat kental dengan budaya jawa. Abdullah Assagaf berhasil mentransfer
dan mengawinkan budaya Arab-Sumatra dengan budaya jawa dan melahirkan budaya
jaton generasi ketiga.
- Tahun 1884:Gusti (Pangeran) Perbatasari (Banjarmasin, Kalimantan).
Pangeran Perbatasari melakukan
pemberontakan terhadap Belanda namun kemudian ia tertangkap di daerah Kutai
ketika dalam perjalanan membeli persenjataan dan tahun 1884 diasingkan ke
kampung Jawa tondano.
Di Kampung jawa Tondano Pangeran
Perbatasari menikah dengan dengan wanita JATON. Satu orang saudara laki-lakinya
(Gusti Amir) kemudian menyusul ke Kampung Jawa Tondano dan menikah dengan
wanita JATON (fam.Sataruno).
Adapun masjid pertama
di Manado adalah Masjid Awwal Fathul Mubien artinya masjid
pertama pembuka yang nyata. Departemen Agama menetapkan tanggal 1 Juli 1991
sebagai bukti Syiar Islam
pertama di Manado dan Minahasa. Perjalanan sejarah Masjid ini disadari kaya
akan kearifan local, sehingga jadi barometer kerukunan umat beragama di
Indonesia.
Ngebaca ini jadi Flashback ke MTs/SMP ^-^
ReplyDeleteThanks Infonya gan~
Main ke sini juga ya :
www.goesjournal.blogspot.com
Sip Gan..
Deleteternyata sejarah perkembangan islam di minahasa sangat panjang,informasinya sangat detail
ReplyDeleteartikel pendidikan
ReplyDeletemesti banyak yang nyari
saat tugas sekolah bingung harus cari buku
Wah...jadi ngingetin pelajaran SMP yang sudah lupa.Bermanfaat gan...
ReplyDeleteLengkap banget nih penjelasannya, jadi tau sejarah masuknya islam ke minahasa
ReplyDeleteInformasi yang sangat detil,, bagus buat refrensi pngenalan berkembangnya sjarah masuknya islam di daerah minahasa.
ReplyDeleteterima kasih banyak... menambah ilmu sejarah saya... coy sejarah masuk nya islam di indonesia harus banyak yang tau,coy perjuangannya dulu berat harus dijaga n dipelihara baik-baik...
ReplyDeletePanjang juga sejarah Islamd di Manado, ane kira disana muslimnya jarang.
ReplyDeleteoke gan lengkap banget infonya bisa buat tambah2 pengetahuan
ReplyDeleteThanks untuk informasi nya gan, sangat bermanfaat...
ReplyDeletememambah wawasan tentang sejarah masuknya islam lg nh..
ReplyDeleteBookmark, membantu tugas sekolah
ReplyDeleteSngat membantu untuk referensi skripsi saya. Trmksih gan.
ReplyDelete